Sang Ibu Belum Tahu, Ayahnya Terus Menangis

Sang Ibu Belum Tahu, Ayahnya Terus Menangis

 Ginan Septian Nugraha, Bayi Kembar Siam Tak Sempurna asal Bandung \"053221_613847_bok_bayi_dlm\" Tak ada orang tua yang menginginkan anaknya lahir tidak genap. Tak terkecuali pasangan Aep Supriatna, 36, dan Yani Mulyani, 33. Karena itu, mereka amat syok ketika mengetahui anak ketiganya lahir kembar siam tapi ’’tak sempurna’’. ============================================================ ZALZILATUL HIKMIA, 

Bandung ============================================================ SUASANA Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Minggu (22/9) sore lalu, cukup ramai pengunjung. Maklum, hari libur. Banyak warga yang memanfaatkan hari itu untuk mengunjungi sanak keluarga atau kolega yang sedang dirawat di rumah sakit yang terletak di Jalan Pasteur itu. Namun, suasana ramai itu  tidak terlihat di lantai dua rumah sakit yang terletak di Jalan Pasteur tersebut. Bahkan, cenderung sepi. Hanya tampak seorang pria duduk sendirian di salah satu sudut lorong. Dia menatap lurus ke arah pintu bertuliskan Intensive Care Unit (ICU). Ya, dia adalah Aep Supriatna, ayah dari Ginan Septian Nugraha yang saat ini sedang mendapat perawatan intensif  karena terlahir berbeda dengan bayi normal pada umumnya. Ginan lahir pada Kamis (19/9), pukul 16.00, di Cikaduk RT 28 RW 10, Desa Ciroyom, Kecamatan Cipendey, Kabupaten Bandung Barat. Ia lahir dengan berat kurang lebih 3 kg. Namun, bobot itu bukan milik Ginan saja, melainkan ketambahan saudara kembarnya yang lahir tak sempurna. Ia terlahir dengan bentuk yang masih tidak jelas dan dalam keadaan tak bernyawa. Aep menceritakan, kondisi Ginan saat ini masih memprihatinkan. Bayi yang masih merah itu terparasit kembarannya. Hanya, bila umumnya kembar siam dempet di dada, kepala, atau pinggang, Ginan punya kembaran yang menempel di bagian mulutnya. Sehingga terlihat seakan-akan dari mulut Ginan keluar tubuh kembarannya itu. ’’Doakan ya Neng, anak saya tidak apa-apa. Saya tidak tega melihatnya. Kasihan sekali,’’ tutur Aep. Jawa Pos yang bermaksud melihat kondisi Ginan tidak diperbolehkan masuk oleh petugas di ICU. Sebab, bayi yang belum genap dua minggu itu masih ditempatkan di inkubator dan menjalani perawatan intensif. Menurut keterangan bidan Ismoyowati, yang membantu persalinan Yani, proses kelahiran Ginan dan saudaranya berjalan normal. Tidak ada keanehan yang terjadi. Bahkan tergolong cepat. Persalinan itu hanya memakan waktu satu jam sejak Yani dibawa ke tempatnya. ’’Cuma memang saat kepala Ginan keluar sempat tersangkut sesuatu. Oleh karenanya, saya menyuruh si ibu untuk kembali mendorong agar si anak bisa segera keluar (seluruh badan),’’ ujar Ismoyowati. Benar saja, setelah bayi keluar ternyata kondisinya sudah tertempeli saudara kembarnya.   Bentuk badannya tidak sempurna, namun sudah memiliki kaki, tangan, dan penis. Ismoyowati sangat kaget melihat kondisi bayi yang tidak biasa tersebut. Dia bahkan mengaku sempat menjerit histeris. ’’Besar tubuh yang menempel itu sekitar 1/3 dari ukuran Ginan. Kaki dan tangannya masih belum mekar seperti bayi pada umumnya,” jelasnya. Dengan kondisi seperti itu, Ginan dipastikan akan kesulitan untuk mendapat air susu langsung dari ibunya. Karena itu, Ismoyowati langsung memberi rujukan agar anak Aep-Yani segera dibawa ke RS Cibabat di kota. Namun, ternyata RS Cibabat angkat tangan. Mereka merekomendasikan untuk membawa Ginan dan kembarannya ke RS Hasan Sadikin, Bandung. Setelah dilakukan pemeriksaan, analisis sementara Ginan disebut mengalami conjoint twin parasitic, yakni kembar siam parasit. Menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr Ari Kusuma SpOG, kembar siam atau kembar dempet terjadi saat proses perkembangan pembentukan janin yang tidak sesuai sehingga janin menjadi dempet. Posisi dempet tersebut bisa pada posisi apa pun pada anggota badan. ’’Bisa dari kepala sampai dengan kaki,’’ ujar Ari. Kondisi itu akan berakibat kurang baik pada pertumbuhan dari salah satu bayi dempet tersebut. Misalnya, bayi tidak tumbuh atau organ-organ yang terbentuk terbatas. ’’Kondisi seperti itulah  yang sering disebut dengan conjoint twin parasitic,’’ jelasnya. Dalam kasus bayi Ginan, kembarannya mengalami pertumbuhan tidak sempurna dan menempel pada bagian dalam mulutnya. Kejadian tersebut tergolong langka karena kebanyakan kasus kembar siam di Indonesia menempel di kepala atau bagian dada. ’’Tapi, secara teori kembar dempet bisa terjadi di mana saja, di seluruh bagian tubuh bayi,’’ tandasnya. Pihak rumah sakit belum bisa menjelaskan secara detail rencana tindakan yang akan diambil terhadap bayi Ginan. Yang pasti, mereka akan melakukan operasi pemisahan Ginan dengan tubuh parasit kembarannya. Hanya, mengenai waktu pembedahannya masih menunggu kondisi si bayi hingga memungkinkan. Aep mengaku tidak tega melihat kondisi anaknya itu. Apalagi mendengar suara tangis sang anak. Tangisannya terdengar berbeda dari tangis anak bayi kebanyakan. ’’Orang tua mana Neng yang tega melihat anaknya seperti itu,’’ ujar Aep sambil menunduk menahan air mata. Namun ia terus menguatkan diri untuk tetap mendampingi sang anak di ruang Neonatal Intensife Care Unit (NICU). ’’Sehabis salat magrib saya pasti masuk ke ruangan, duduk di sebelah anak saya. Meski, biasanya saya langsung nangis melihat anak saya,” ungkap Aep. Setelah menangis, Aep biasanya membisikkan beberapa doa di telinga sang anak. Ia memohon kepada sang Khalik agar anaknya segera mendapatkan pertolongan. Dia ingin Ginan bisa segera dioperasi dan pulang ke pangkuan sang ibu di rumah. Hingga kini, diakui Aep, istrinya  belum pernah sekalipun melihat kondisi sang buah hati yang baru dilahirkan. Pasalnya, usai dilahirkan, Ginan langsung dilarikan ke rumah sakit. Sementara ibunya masih lemas usai melahirkan. Apalagi beberapa hari sempat mengalami pendarahan hebat. ’’Sabtu kemarin, kakak-kakaknya datang. Anak laki-laki dan perempuan saya. Tapi mereka tidak boleh masuk dan melihat adiknya,” kata pria yang sehari-harinya berjualan es cincau ini. Aep mengaku bingung untuk memberi penjelasan kepada sang istri perihal kondisi anaknya. Ia tidak mungkin menjelaskan secara detail bahwa Ginan saat ini sedang dipasangi alat bantu pernafasan di tenggorokan, juga selang di sana-sini. ’’Kami hanya bisa pasrah kepada Yang di Atas,’’ tuturnya. Aep berharap pihak rumah sakit dapat segera mengoperasi anaknya agar bisa sehat dan normal. Namun, ia tahu hal tersebut mungkin akan agak lama karena pihak rumah sakit masih harus melakukan observasi lebih lanjut mengenai kondisi sang anak. Kondisi Ginan yang agak istimewa membuat tim bedah harus berkonsulatsi terlebih dahulu dengan dokter THT. Sebab, dikhawatirkan saat operasi dilakukan akan ada beberapa saraf  di sekitar THT yang harus diamankan. ’’Saya sudah disuruh tanda tangan. Mereka bilang paling cepat Senin (23/9) pagi operasi. Tapi itu juga tergantung hasil konsultasi dengan dokter THT. Soalnya katanya ada yang nyangkut di tenggorokan,” jelasnya. Ia mangaku sangat siap untuk proses operasi yang harus dijalani anak ketiganya tersebut. Ia tidak peduli meski biaya yang harus ditanggungnya akan sangat besar. Dari awal dia sudah tahu bahwa dengan penghasilan sehari Rp 50 ribu dan bantuan jampersal (jaminan persalinan)  tidak akan cukup untuk menutupi semua biaya operasi Ginan. Namun ia bertekad, uang bisa dicari, bisa hutang sana-sini. Yang penting anaknya bisa sehat dan normal. ’’Saya memang tidak memiliki biaya. Handphone ini saja punya kakak saya. Tapi demi anak, apa aja juga bakal saya lakukan,” paparnya. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: